Wednesday, May 8, 2013

Aku dan Alien Ini


Manusia kecil ini seperti makhluk asing.
Alien yang turun dari pesawat luar angkasanya, tidak memakai baju, penuh lendir, dan tidak datang dengan damai. Dia datang untuk mengacaukan hidupku, mengacaukan jadwal tidurku, jadwal mainku, jadwal mengejar cita-citaku. Dia mengacaukan semuanya, alien ini.
Dia tidak bisa berbicara dengan bahasaku. Mungkin di planetnya dulu, mereka berkomunikasi dengan cara menangis. Ada level tangisan yang berbeda untuk tiap-tiap perasaan yang berbeda juga. Ada tarikan tangis yang melengking dan memekakkan telinga atau tangisan sendu yang membuat pilu. Aku tak mengerti bahasanya.
Keras kepala, alien ini. Harus dituruti kemauannya. Tidak mengenal kata tidak, atau nanti, atau sabar, atau tunggu. Ah, bodoh juga jika aku berharap dia mengerti kata-kataku. Mungkin aku harus membalasnya dengan menangis juga.
Susah dimandiin alien ini. Tidak suka air sepertinya. Maunya dipeluk saja. Diberikan kesukaannya, yaitu payudara. Akhirnya aku benar-benar baru tahu kenapa Tuhan menciptakan dua gundukan berputing yang harus ditutupi BH ini. Untuk menenangkan alien ini.
Sangat berguna, Tuhan. Hebat ciptaan-Mu ini.
Lama-lama dia akan jarang menangis. Dia mulai mempelajari kebiasaanku. Hati-hati, dia cepat sekali menirukan apa saja yang kita ajarkan, dia akan menyerap semuanya. Pintar sekali, alien ini.
Kadang, aku sudah tidak menganggapnya alien lagi. Dia sangat baik padaku, tersenyum dan tertawa jika aku mengajaknya berbicara atau menyanyikannya lagu. Dia mulai suka suaraku, mencari jika aku tidak ada. Mungkin dia belum terlalu kenal mukaku, tapi bauku sudah dikenalnya dari dulu. Lengket sekali dalam ingatannya.
Membuatku kangen, alien ini. Ketika dia sudah bisa merangkak dan mulai berdiri sendiri. Tak ingin kugendong lagi. Payudaraku kalah pamor dengan mainan dan bunyi-bunyian dari TV. Dia mempelajari semuanya. Jangan lupakan, alien ini pintar sekali.
Makin lama, alien ini makin mirip aku. Apalagi kalau tertawa. Tapi ini bukan hasil pengamatanku. Kata suamiku begitu. Kalau aku yang melihatnya setiap hari, tidak pernah tahu apa kemiripanku. Yang aku tahu, alien ini bukan alien lagi yang aku kenal dulu. Sepertinya sudah lupa dengan pesawat luar angkasanya dan mulai merasa nyaman di tempat barunya, di duniaku. 
Dia berubah.
Dia berkembang.
Dia bertumbuh.
Makin banyak yang bisa dia tirukan.
Makin mirip manusia.
Tapi setelah kupikir lagi, tangisan adalah bahasaku juga. Bahasaku untuk berbicara pada hatiku. Bahasa yang membasahi pipiku. Bahasa yang mengangkat semua beban pikiranku. Termasuk beban ketika mendengar alien ini menangis terus.
Bahasa yang akhirnya mengingatkan bahwa aku dulu, juga seperti alien ini.


https://anastasiameira.wordpress.com/2012/09/01/aku-dan-alien-ini/